BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah Cacat/kelainan
tulang rangka paling sering dijumpai pada 2-6 vertebrae (ruas) tulang punggung.
Skoliosis, kyphosis dan penggabungan dari beberapa vertebra sering diamati,
tetapi jenis cacat yang paling banyak dijumpai adalah lordosis. Ikan yang
cacat, tulang punggung menunjukkan bentuk V dengan banyak ataupun sedikit
sudut.
Pada ikan yang tidak memiliki gelembung
renang, cacat lordotic terutama berlokasi di vertebra 15 (dihitung dari ekor),
sedangkan pada ikan yang memiliki gelembung renang cacat biasanya terjadi pada
ruas ke 9. Otot-otot ikan biasanya berkembang sebagai akibat gerakan mekanis
sirip saat berenang. Pada ikan dengan sirip abnormal cacat biasanya terjadi
pada daerah tempat gelembung renang seharusnya berada.
B. Batasan Masalah
Batasan masalah
dalam penulisan makalah ini adalah :
1.
Cacat atau Kelainan pada tulang belakang (vertebrae)
ikan.
2.
Hama
dan Penyakit pada ikan
C.
Tujuan
Penulisan
Untuk
mengetahui tentang macam-macam cacat
atau kelainan yang terjadi pada ikan serta mengetahui penyebab atau faktor apa
saja yang menyebabkan kelainan tersebut. Dan untuk mengetahui serta mengamati
tentang hama
atau penyakit yang terdapat pada ikan. Mengetahui bagaimana cara pencegahan penyakit pada ikan yang memerlukan
diagnosa gejala penyakit. Mengetahui beberapa tanda-tanda apabila ada penyakit
pada ikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Cacat atau Kelainan Pada Tulang Belakang (Vertebrae) Ikan
Cacat atau kelainan tulang rangka paling
sering dijumpai pada 2-6 vertebrae (ruas) tulang punggung. Skoliosis, kyphosis
dan penggabungan dari beberapa vertebra sering diamati, tetapi jenis cacat yang
paling banyak dijumpai adalah lordosis. Ikan yang cacat, tulang punggung
menunjukkan bentuk V dengan banyak ataupun sedikit sudut.
Pada ikan yang tidak memiliki gelembung
renang, cacat lordotic terutama berlokasi di vertebra 15 (dihitung dari ekor),
sedangkan pada ikan yang memiliki gelembung renang cacat biasanya terjadi pada
ruas ke 9. Otot-otot ikan biasanya berkembang sebagai akibat gerakan mekanis
sirip saat berenang.
Pada ikan dengan sirip abnormal cacat
biasanya terjadi pada daerah tempat gelembung renang seharusnya berada. Cacat
tulang belakang dapat diamati dengan mikroskop pada ukuran larva sekitar 15-20
mm, yang sesuai dengan tahap di mana kalsifikasi tulang cukup maju. Untuk ikan
yang lebih besar, untuk melihat kelainan pada tulang harus digunakan sinar-X.
- Pada ikan tanpa swim bladder fungsional, cacat muncul
100% pada kedua jenis ikan.
- Pada ikan yang memiliki swim bladder, cacat terjadi
antara 0 sampai 100%.
Pengaruh lordosis pada ikan juga bervariasi sesuai dengan lokasi cacat tersebut. - Pada ikan ukuran 1 g (seabass) dengan gelembung
renang fungsional, lordosis berkaitan dengan pertumbuhan yang lambat(tidak
terukur), tetapi tampaknya tidak ada kematian yang disebabkan oleh cacat
tersebut, Sudut bengkok nampak berkurang saat ikan tumbuh, meski tidak
menghilang sepenuhnya.
·
Pada ikan tanpa gelembung renang fungsional,
lordosis terkait dengan keterlambatan pertumbuhan dan kematian.Cacat bahkan
cenderung ireversibel, dalam kasus inflasi akhir kantung udara (misalnya,
antara 7 dan 54 gram dalam seabream gilthead).
Dalam kedua kasus tersebut, kondisi lingkungan
yang mendorong aktifitas renang
ikan selama tahap pemeliharaan larva, yang mungkin disebabkan oleh
sirkulasi air yang terlalu kuat, meningkatkan frekuensi lordosis. Pada ikan
tanpa gelembung renang fungsional, kondisi ini juga meningkatkan sudut lordosis.
Sebuah review osteogenesis terkait dalam masalah ikan, Penyebab cacat
pada tulang belakang ikan terutama disebabkan oleh kekurangan gizi atau oleh
toksisitas beberapa unsur yang tertelan. Keduanya mempengaruhi tekstur tulang,
terutama metabolisme kolagen, memodifikasi atau mengubah kalsium dan fiksasi
fosfor. Contoh racun yang mendorong timbulnya cacat juga banyak, melibatkan
logam berat dan pestisida, serta kelebihan dari beberapa metabolit atau
vitamin.
Di antara kemungkinan penyebab cacat tulang
belakang ikan seabass dan seabream gilthead, mekanisme yang melibatkan
keracunan logam berat, gangguan lingkungan atau keterlibatan patogen harus
dikecualikan karena terlalu banyak terkait dengan masalah lain yang sangat
kompleks. Pada kenyataannya cacat rangka(tulang belakang) pada ikanterjadi pada
banyak hatchery yang berbeda dan dalam kondisi pemeliharaan yang berbeda yang
menunjukkan bahwa hal ini terjadi karena beberapa keadaan yang bisa dibilang
luar biasa.
Oleh karena itu, harus ada faktor umum yang
bekerja pada berbagai situasi dan kondisi lingkungan pemeliharaan. Kekurangan
gizi tampaknya menjadi hipotesis yang lebih realistis karena teknik
pemeliharaan (frekuensi pemberian pakan,jenis pakan, pakan alami, pakan buatan,
dll) kurang lebih sama pada kebanyakan panti pembenihan. Dilihat lebih jauh,
kekurangan vitamin C dan / atau kelebihan vitamin D yang beracun dapat menjadi
hal yang paling mungkin. Vitamin C adalah salah satu agen utama dalam
metabolisme kolagen, sebuah komponen penting dari jaringan tulang. Kekurangan
vitamin C dengan mudah dapat dijelaskan karena kelarutan yang tinggi dalam air.
Hipotesis dari hypervitaminosis D juga
menarik karena memperhitungkan penampilan calculosis kemih. Vitamin ini hadir
dalam jumlah besar di minyak ikan yang digunakan untuk memperkaya rotifera dan
udang untuk larva ikan laut, serta di perut ikan dan komponen pakan buatan yang
digunakan pada tahap pembibitan. Minyak hati ikan tuna, misalnya, dapat berisi
sampai 200 000 IU vitamin D dan minyak ikan hingga 500 IU per gram (1
International Unit = 0,025 ug dari D2 vitamin sebagai bentuk kristal).
Salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan peningkatan produksi ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum
Cuvier) adalah ketersediaan benih yang berkualitas, benih tersebut tersedia
dalam jumlah yang banyak, dan secara berkesinambungan selalu tersedia. Usaha
penyediaan benih yang berkualitas dan dalam jumlah yang banyak, serta
berkesinambungan masih menemukan kendala antara lain adalah kegagalan
pembenihan yang masih tinggi. Kegagalan pembenihan terutama disebabkan oleh
kualitas telur yang rendah, yang dicerminkan oleh rendahnya derajat penetasan,
kelambatan perkembangan embrio, rendahnya kelulushidupan larva dan adanya larva
yang abnormal. Kualitas telur antara lain sangat ditentukan oleh kandungan
nutrisi dalam pakan yang diberikan pada induk. Dari beberapa penelitian
sebelumnya diketahui bahwa salah satu kandungan nutrisi dalam pakan yang
penting untuk meningkatkan kualitas telur ikan adalah asam askorbat. Apalagi
ikan bawal air tawar termasuk ke dalam ikan yang tidak mampu mensintesis asam
askorbat. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh
penambahan asam askorbat dalam pakan terhadap penampilan reproduksi ikan bawal
air tawar.
Induk ikan bawal air tawar jantan dan betina
dipelihara dalam kolam, setiap kolam terdiri atas 1 ekor induk betina dan 2
ekor induk jantan. Induk ikan diberi pakan komersial dengan kandungan asam
askorbat berbeda. Induk ikan kelompok perlakuan diberi pakan komersial yang ditambah
dengan asam askorbat 2 atau 3 g/kg pakan, sedangkan induk ikan kelompok kontrol
hanya diberi pakan komersial tanpa kandungan asam askorbat. Pemberian pakan
dilakukan setiap hari sebanyak 5% dari berat tubuh ikan, sampai telur matang
dan siap untuk dipijahkan. Pemijahan dilakukan secara buatan yaitu dengan
menyuntikkan OVAPRIM ke dalam tubuh induk jantan dan betina. Untuk mengetahui
apakah penambahan asam askorbat 2 atau 3 g/kg pakan dapat meningkatkan
penampilan reproduksi ikan bawal air tawar dilakukan pengamatan terhadap
beberapa parameter yaitu fekunditas relatif, lama waktu penetasan, persentase
telur yang berhasil menetas, persentase kelulushidupan larva dan persentase
larva yang mengalami kelainan perkembangan. Fekunditas relatif merupakan proporsi
jumlah telur terhadap berat badan induk ikan betina. Perhitungan lama waktu
penetasan dan jumlah telur yang berhasil menetas dilakukan setiap 2 jam sampai
telur pertama kali menetas, selanjutnya pengamatan dilakukan setiap 30 menit.
Pengamatan jumlah larva yang hidup dan yang mengalami kelainan perkembangan
dilakukan setiap hari sampai larva berumur 10 hari.
Tambaqui induk
dipelihara dalam kolam, setiap kolam terdiri dari satu perempuan dan dua
laki-laki. Induk diberi makan dengan konsentrasi yang berbeda asam askorbat
dalam makanan mereka. Induk ikan kelompok perlakuan diberi makan komersial yang
ditambah mengandung asam askorbat 2 atau 3 g / kg pakan, sedangkan induk yang
tidak diobati hanya diberi makan. Pakan dilakukan setiap hari dengan 5% dari
berat badan, sampai telur matang dan siap untuk pemijahan. Buatan pemijahan
dilakukan dengan injeksi ovaprim untuk induk jantan dan betina. Untuk
mengetahui pengaruh dari 2 atau 3 g / kg suplementasi asam askorbat diet
terhadap kinerja reproduksi ikan bawal air tawar, beberapa parameter telah
diamati seperti fekunditas relatif, lama waktu penetasan, persentase penetasan,
persentase sintasan larva dan persentase abnormalitas larva. Panjang penetasan
dan jumlah telur menetas dilakukan setiap dua jam sampai telur pertama kali
menetas, selanjutnya pengamatan dilakukan setiap 30 menit. Larva kelangsungan
hidup dan jumlah larva abnormal diamati setiap hari sampai 10 hari tua.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
fekunditas relatif yang merupakan proporsi jumlah telur terhadap berat badan
induk ikan betina hanya meningkat pada penambahan asam askorbat dengan
konsentrasi tertinggi, walaupun tidak terlalu berbeda dari kelompok kontrol.
Telur ikan bawal air tawar kelompok perlakuan mulai menetas 15 jam setelah
penebaran telur dan seluruh telur menetas pada 16,5 jam setelah penebaran
telur, sedangkan telur ikan bawal air tawar kelompok kontrol mulai menetas 16,5
jam setelah penebaran telur dan seluruh telur menetas pada 18 jam setelah
penebaran telur. Persentase telur ikan yang berhasil menetas pada kelompok
perlakuan meningkat dari kelompok kontrol. Demikian pula dengan persentase
kelulushidupan larva yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi asam askorbat dalam pakan. Pada penelitian ini tidak ditemukan larva
yang mengalami kelainan perkembangan, baik pada kelompok kontrol maupun
kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
penambahan asam askorbat sebanyak 2 atau 3 g/kg pakan dalam pakan induk ikan
bawal air tawar (Colossoma macropomum Cuvier) mempercepat waktu
penetasan, meningkatkan persentase kelulushidupan larva, tetapi hanya sedikit
meningkatkan persentase telur yang berhasil menetas dan fekunditas relatif pada
konsentrasi asam askorbat tertinggi sedikit meningkat dalam persentase
penetasan telur dan fekunditas relative.
B. Beberapa kelainan yang terdapat pada larva.
Ada beberapa kelainan yang dijumpai pada larva ikan,
terutama seabass dan sea bream, yang berkaitan erat dengan kinerja morphoanatomic dalam pemeliharaan larva, diantaranya adalah: adanya batu pada saluran kemih (urinary calculosis). Gelembung renang (Swim bladder) yang tidak berkembang
Cacat/kelainan pada tulang belakang, Cacat pada larva yang baru menetas, Cacat/kelainan
pada bentuk rahang dan operculum insang.
- Cacat
pada tulang ikan.
Cacat pada tulang ikan yang
paling umum mempengaruhi larva ikan seabass dan seabream, pada ikan stadia
juvenil(yuwana) dan ikan dewasa biasanya terlihat pada rahang, insang, kepala
dan tulang punggung.
- Cacat
pada larva yang baru menetas
Sejumlah
kelainan dapat pada larva ikan yang baru menetas, yang paling sering
terlihat adalah tubuh larva yang terbentuk memutar. Larva ikan yang mengalami hal ini
tidak akan bertahan lebih dari beberapa jam, atau
paling bagus akan mati dalam beberapa hari. Kelainan ini dapat terjadi pada
beberapa persen hingga keseluruhan populasi. Jika persentase cacat terjadi di
atas 10% mungkin lebih baik membuang larva dan memulai dengan pemeliharaan larva yang baru. Asal-usul
genetik dari anomali tersebut tidak dapat dibuktikan, sekalipun dalam budidaya
ikan dapat dilakukan perkawinan silang. Sebagian ahli percaya bahwa kemungkinan
penyebabnya adalah kondisi pemeliharaan yang kurang baik, khususnya dalam
kaitannya dengan:
Ø Kekurangan gizi di induk selama ovogenesis
(yang paling mungkin).
Ø Pencahayaan yang tidak memadai selama
inkubasi.
Ø Kepadatan telur berlebihan (yang mengarah
ke stres mekanik dan pasokan oksigen yang terbatas).
Ø Penanganan, salinitas atau guncangan
termal.
Ø Polutan di lingkungan pemeliharaan.
Ø Campuran dari penyebab yang disebutkan di
atas.
Berikut ini adalah gambar betuk larva normal dan
bentuk larva abnormal ikan
Bentuk Abnormal
|
Bentuk Normal
|
Keterangan
|
|
![]() |
![]() |
![]() |
Abnormalitas
mulut
|
![]() |
![]() |
![]() |
Abnormalitas
kantong
telur
|
![]() |
![]() |
![]() |
Abnormalitas
tulang belakang
|
- Kelainan
bentuk rahang dan opercula
Cacat dapat mempengaruhi baik rahang atas dan /
atau mandibula, yang dapat berupa tidak lengkap atau menonjol.Sebuah operkulum
atau keduanya dapat tidak muncul atau tidak lengkap, atau bahkan bengkok ke
luar . Untuk ukuran larva 15-20 mm harus digunakan mikroskop untuk
mendeteksinya. Untuk ukuran yang lebih besar dapat diamati secara visual.
Rahang yang terdeformasi dapat diamati pada larva sejak menetas, sedangkan
operkulum cacat tidak dapat dideteksi sebelum larva mencapai panjang 12 mm.
C.
Hama dan Penyakit Pada Ikan Hama adalah organisme pengganggu yang dapat
memangsa,membunuh dan mempengaruhi produktivitas ikan, baik secara langsung
maupun secara bertahap. Hama bersifat sebagai organisma yang memangsa
(predator), perusak dan kompetitor (penyaing). Sebagai predator (organisme
pemangsa), yakni makhluk yang menyerang dan memangsa ikan yang biasanya
mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dari ikan itu sendiri. Hama sering
menyerang ikan bila masuk dalam lingkungan perairan yang sedang dilakukan
pemeliharaan ikan. Masuknya hama dapat bersama saluran pemasukan air maupun
sengaja datang melalui pematang untuk memangsa ikan yang ada. Hama yang
menyerang ikan biasanya datang dari luar melalui aliran air, udara atau darat.
Hama yang berasal dari dalam biasanya akibat persiapan kolam yang kurang
sempurna. Oleh karena itu untuk mencegah hama ini masuk kedalam wadah budidaya
dapat dilakukan penyaringan pada saluran pemasukan dan pemagaran pematang. Hama
ikan banyak sekali jenisnya antara lain larva serangga, serangga air, ikan
carnivora, ular, biawak, buaya , notonecta atau bebeasan, larva cybister atau
ucrit, berang-berang atau lisang, larva capung, trisipan. Hama menyerang ikan
hanya pada saat ikan masih kecil atau bila populasi ikan terlalu padat.
Sedangkan bila ikan mulai gesit gerakannya umumnya hama sulit memangsanya. Hama
yang menyerang ikan budidaya biasanya berupa ular, belut, ikan liar pemangsa.
Sedangkan hama yang menyerang larva dan benih ikan biasanya notonecta atau
bebeasan, larva cybister atau ucrit. Hama yang sering mengganggu budidaya ikan
beronang laut adalah berupa hewan/binatang atau pengganggu lainnya seperti
burung dan lingsang. Hama
dapat menyerang dan membuat kerusakan pada kurungan ikan. Penanggulangan hama dapat dilakukan
dengan cara menutup bagian atas kurungan dengan jaring serta memagar/melingkari
kurungan. Untuk mengetahui jenis penyakit dan cara pencegahannya diperlukan
diagnosa gejala penyakit. Gejala penyakit untuk ikan yang dibudidayakan dapat
dilihat/diamati dengan tanda-tanda sebagai berikut :
·
Ada kelainan tingkah laku : Salah satu atau beberapa ikan keluar dari
kelompoknya dan cara berenangnya miring atau "driving" (ikan yang
berada di permukaan langsung menuju dasar dengan cepat). Gejala demikian
biasanya disebabkan oleh beberapa penyakit, antara lian : penyakit insang,
penyakit sistem saraf otak, keracunan bahan kimia logam berat, dan kekurangan
vitamin.
·
Ikan
tidak mau makan :
Perhatikan sudah berapa lama keadaan ini
terjadi, penyebabnya adalah : penyakit diabetes (oxydized fatty), kelebihan
mineral yang berasal dari pakan dan kebosanan yang terjadi karena persediaan
pakan sedikit. Ada kelainan pada bentuk ikan : hal ini terjadi pada rangka ikan
dan permukaan tubuh ikan.
·
Mata tidak normal :
Mata tidak normal disebabkan oleh bakteri
dan parasit tremotoda Giganea sp. Untuk organ tubuh bagian dalam gejala
penyakit dapat terjadi pada : Insang (hilang beberapa bagian, disebabkan
kekurangan darah dan keracunan, atau parasit yang berupa ciliata dan
monogenik).
·
Otak
(terjadi pendarahan dan TBS, disebabkan oleh parasit Myxosporadia, Giganea sp,
Streptococcus sp, dan Nocardia sp).
·
Jantung
(menjadi tebal dan membesar, disebabkan oleh bakteri klas Mycospradia, membran
jantung membesar karena diserang bakteri Streptococcud spp).
·
Hati
(membesar atau mengecil, warna hijau/kuning, disebabkan oleh perubahan kadar
lemak); Jamur yang berasal dari pakan yang terkontaminasi dapat menyebabkan
hati mengalami pendarahan, keras, mudah Pecah.
·
Lambung
(menjadi kembung, luka dan berlobang, disebabkan oleh parasit yang termasuk
klas Cestoda); Usus (luka, pendarahan, keluar dari anus dan vibriosis,
disebabkan oleh parasit dalam klas Nematoda, Trematoda, Cestoda dan
Acanthocephala).
·
Limpa
(menjadi besar/kecil dan kekurangan darah, disebabkan oleh adanya penyakit di bagian
lain).
·
Otot
(warna tidak jelas/putih, terjadi pendarahan, disebabkan oleh bakteri Nacordia
sp atau serangan parasit Microsporidae).
·
Penanganan
Ikan Sakit,Penanganan terhadap ikan sakit dapat dibagi atas dua langkah yaitu :
1.
Berdasarkan
teknik budidaya: Menghentikan pemberian pakan pada ikan; Mengganti makanan
dengan jenis lain; Mengkelompokkan ikan menjadi kelompok-kelompok yang
kepadatannya/ densitasnya rendah; Bila mungkin ikan-ikan dipanen, daripada
menjadi wabah bagi ikan yang lain.
2.
Berdasarkan
terapi kimia : Memeriksa kepekaan dari masing-masing obat yang akan digunakan;
Memeriksa batas dosis yang aman untuk masing-masing obat agar tidak terjadi
"over dosis"; Menjaga agar obat tidak terkontaminasi oleh bakteri;
Memperhatikan keterangan yang dikeluarkan oleh pabrik obat tersebut.
·
Cara
Pemberian Obat, Ditenggelamkan dalam tempat budidaya; Disebarkan pada
permukaan; Dicampurkan dalam pakan; Dengan cara injeksi. Pada ikan beronang
biasanya banyak kedapatan parasit jenis monogenetik trematoda pada bagian
insangnya, parasit ini dapat dilepaskan dengan mengunakan "dipterex"
(organoposfat, sinonim : Dylox, Masoten, Neguvon) dengan dosis sebesar 30 ppm
selama 8 - 16 m enit dan 50 ppm selama 4 - 5 menit. Percobaan ini hasilnya
positif, dengan tingkat kematian ikan beronang sampai 0%. Waktu dan dosis obat
yang diberikan perlu diperhitungkan dengan hatihati agar tidak terjadi
kelebihan dosis yang dapat mengakibatkan kematian pada ikan. Oleh karena itu
perlu diketahui berapa jumlah dosis yang digunakan. Di bawah ini diberikan
beberapa dosis yang mematikan terhadap beberapa jenis ikan beronang.
·
Pencegahan
penyakit, Untuk mencegah agar ikan yang dibudidayakan tidak terkena penyakit
dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut : Menjaga kebersihan tempat budidaya;
Menjaga lingkungan/tidak tercemar oleh limbah industri dan bahanbahan kimia
pertanian; Memeriksa jenis pakan yang akan diberikan dan hindarkan kontaminasi
jamur; Lakukan vaksinasi bagi ikan yang sehat.
D. Gejala Penyakit Berdasarkan Kelainan Anatomi
Dan Perilaku
1.Dropsy
Dropsy merupakan
gejala dari suatu
penyakit bukan penyakit
itu sendiri. Gejala dropsy ditandai
dengan terjadinya pembengkakan
pada rongga tubuh
ikan. Pembengkakan tersebut
sering menyebabkan sirip
ikan berdiri sehingga penampakannya akan menyerupai buah
pinus. Pembengkakan terjadi sebagai
akibat berakumulasinya cairan,
atau lendir dalam rongga tubuh. Gejala ini disertai dengan: Gejala malas
bergerak, gangguan pernapasan, dan warna kulit pucat kemerahan.
Akumulasi cairan selain akan
menyisakan rongga yang "menganga" lebar, juga akan menyebabkan organ
dalam tubuh ikan tertekan. Bila gelembung renang ikut tertekan dapat
menyebabkan keseimbangan ikan terganggu Penyebab penyakit dropsyinfeksi
virusbakteri aeromonasmyobakteriparasit Hexamitaakumulasi nitrogen. Secara alamiah
bakteri penyebab dropsy
kerap dijumpai dalam
lingkungan, tetapi biasanya dalam
jumlah normal dan terkendali. Perubahan bakteri ini menjadi patogen, bisa
terjadi karena akibat masalah osmoregulator
pada ikan yaitu;
a. Kualitas air yang kurang
baik.
b. Menurunnya fungsi
kekebalan tubuh ikan.
c. Malnutrisi atau karena
faktor genetik. Infeksi utama biasanya
terjadi melalui mulut,
yaitu ikan secara
sengaja atau tidak memakan
kotoran ikan lain
yang terkontaminasi patogen
atau akibat kanibalisme terhadap ikan lain yang
terinfeksi.
2. Kelainan
Gelembung Renang
Gelembung renang (swimbladder) adalah organ berbentuk kantung berisi
udara yang berfungsi untuk mengatur ikan mengapung atau melayang di dalam air,
sehingga ikan tersebut tidak perlu
berenang terus menerus
untuk mempertahankan posisinya.
Organ ini hampir ditemui pada semua jenis ikan.
Beberapa kelainan
atau masalah dengan
gelembung renang, yang
umum dijumpai, adalah sebagai akibat dari luka dalam, terutama akibat berkelahi atau karena kelainan bentuk tubuh.
Beberapa jenis
ikan yang hidup
di air deras
seringkali memiliki gelembung
renang yang kecil atau
bahkan hampir hilang
sama sekali, karena
dalam kondisi demikian gelembung renang boleh dikatakan tidak ada fungsinya. Untuk ikan-ikan jenis ini, kondisi gelembung renang demikian adalah
normal dan bukan merupakan suatu gejala penyakit. Mereka biasanya hidup
di dasar atau menempel pada subtract.
Salah satu contoh kasus kelainan gelembung renang (swim bladder) pada
ikan "red parrot", ikan berenang dengan kepala di bawah.Tanda-tanda
penyakit kelainan gelembung fenanga. Perilaku berenang tidak normal dan kehilangan keseimbangan. Ikan tampak kesulitan dalam menjaga posisinya
dalam air. Kerusakan gelembung renang
menyebabkan organ ini
tidak bisa mengembang
dan mengempis, sehingga menyebabkan
ikan mengapung dipermukaan
atau tenggelam. Dalam beberapa kasus ikan tampak berenang
dengan kepala atau ekor dibawah atau terapung pada salah satu sisi tubuhnya,
atau bahkan berenang terbalik.
Penyebab kelainan gelembung
renanga. Infeksi bakteri sistemik merupakan penyebab utama b. Beberapa spesies
protozoa dan nematoda
khususnya pada ikan-ikan
yang hidup di air dingin. Pada jenis-jenis ikan teritorial dan agresif,
seperti cichlid, kelaian gelembung renang sering sekali karena rusak sebagai
akibat benturan berulang-ulang oleh musuhnya.
d. Masalah gelembung renang
juga dapat diakibatkan
oleh terjadinya tekanan pada organ tersebut sebagai
akibat tumor, dropsy, atau sembelit.e.
Kehilangan keseimbangan sering
juga merupakan gejala
dari berbagai penyakit lain yang
telah parah, atau akibat dari shock.
Gambar 8.22. Contoh kasus
kelainan gelembung renang (swim bladder) pada ikan "red parrot", ikan
berenang dengan kepala di bawah.
3.
Mata Berkabut (Cloudy Eye)
Mata berkabut
atau "cloudy eye"
ditandai dengan memutihnya
selaput mata ikan. Permukaan luar mata tampak dilapisi oleh lapisan
tipis berwarna putih.Secara umum gejala ini disebabkan oleh kondisi kualitas
air yang memburuk,
terutama sebagai akibat meningkatnya kadar amonia dalam
air. Apabila gejala mata berkabut
terjadi, maka hal yang
harus dicurigai terlebih
dahulu adalah kondisi
air. Koreksi parameter air hingga sesuai dengan keperluan ikan yang bersangkutan. Apabila
gejala ini terjadi,
sedangkan parameter air
dalam keadaan normal, maka
terdapat kemungkinan gejala tersebut disebabkan oleh hal lain.
Penyebab Lainnya Mata Berkabut (Cloudy
Eye): Infeksi sekunder, menyusul terjadinya kerusakan fisik pada mata. Produksi lendir
berlebihan, biasanya sebagai
akibat reaksi terhadap
infestasi protozoa parasit (penyakit
selaput lendir kulit);
kualitas air yang
memburuk (amonia, nitrit, dan
nitrat); nilai pH
yang tidak sesuai;
keracunan (klor/kloramin); atau akibat
pemberian perilakuan pengobatan
yang tidak sesuai. Diplostomum
((fluke pada mata). Dalam kasus ini
bagian mata yang memutih adalah lensanya, bukan permukaan luar mata. Infeksti
bakteri eksternal.
4.
Ulcer-Ulcer
Ulcer-ulcer merupakan suatu
pertanda tarjadinya berbagai
infeksi bakteri sistemik pada ikan.
Fenomena ini biasanya
ditandai dengan munculnya
borok/luka terbuka pada tubuh
ikan. Sering pula
borok ini disertai
dengan memerahnya pinggiran
borok tersebut. Ulcer dapat
memicu terjadinya infeksi
sekunder terutama infeksi
jamur, selain itu, dapat
pula disertai dengan
gejala penyakit bakterial
lainnya seperti kembung, dropsi,
kurus, atau mata menonjol (pop eye).Penyebab UlcerNekrosis kulit,
biasanya sebagai akibat
terjadinya infeksi sistemik
kronis yang diakibatkan oleh
bakteri, terutama dari
golongan aeromonas, pseudomonas, myobaker, dan vibrio. Luka terbuka yang terjadi dapat menyebabkan
ikan menjadi sangat lemah. Pada
kasus yang sangat
parah, dimana terjadi
kerusakan kulit dan
sirip yang luas, dapat
menyebabkan terjadinya gangguan
pada sistem pengaturan
osmotik ikan, dan dapat menyebabkan ikan menjadi sangat
rentan terhadap infeksi sekunder. Stres,
terutama sebagai akibat
penanganan ikan yang
kurang baik, atau akibat
perubahan lingkungan, dapat menjadi pemicu terjadinya ulcer. Seperti
diketahui stres kronis
dapat menyebabkan ikan
mengalami penurunan daya tahan tubuh.
Gambar: Gejala
umum Ulcer yang disertai dengan infeksi jamur
Saprolegnia.
Saprolegnia.
5.
Bintik Putih - White Spot (Ich)
White spot atau dikenal juga
sebagai penyakit "ich", merupakan penyakit ikan yang disebabkan oleh
parasit. Penyakit ini
umum dijumpai pada
hampir seluruh spesies ikan.
Secara potensial white
spot dapat berakibat
mematikan. Penyakit ini
ditandai dengan munculnya bintik-bintik
putih di sekujur
tubuh dan juga
sirip. Inang white spot
yang bervariasi, siklus
hidupnya serta caranya
meperbanyak diri dalam
air memegang peranan penting
terhadap berjangkitnya penyakit
tersebut. Tanda-tanda PenyakitSiklus
hidup white spot
terdiri dari beberapa
tahap, tahapan tesebut
secara umum dapat dibagi dua
yaitu a. tahapan infektif dan b. tahapan
tidak infektif (sebagai
"mahluk" yang hidup bebas di dalam air atau dikenal sebagai fase berenang). Gejala klinis white spot merupakan akibat dari
bentuk tahapan sisklus infektif. Wujud
dari "white spot" pada tahapan infektif ini dikenal sebagai Trophont. Trophont hidup dalam lapisan
epidermis kulit, insang
atau rongga mulut.
Oleh karena itu,
julukan white spot sebagai ektoparasit dirasa kurang tepat, karena
sebenarnya mereka hidup dilapisan dalam kulit, berdekatan dengan lapisan
basal lamina. Meskipun demikian parasit ini tidak sampai menyerang lapisan di
bawahnya atau organ dalam lainnya.
Ikan-ikan yang terjangkit
akan menunjukkan: Penampakan berupa bintik-bintik putih pada sirip, tubuh,
insang atau mulut. Masing-masing bintik
ini sebenarnya adalah
individu parasit yang diselimuti oleh lapisan semi transparan
dari jaringan tubuh ikan. Pada awal perkembangannya bintik tersebut
tidak akan bisa
dilihat dengan mata. Tapi pada
saat parasit tersebut makan, tumbuh dan membesar, sehingga bisa mencapai 0.5-1
mm, bintik tersebut dapat dengan mudah dikenali. Pada kasus berat beberapa individu dapat
dijumpai bergerombol pada tempat yang sama.
Ikan yang
terjangkit ringan sering
dijumpai menggosok-gosokan tubuhnya
pada benda-benda lain di
dalam air sebagai
respon terhadap terjadinya
iritasi pada kulit mereka. Sedangkan ikan yang terjangkit berat dapat mengalami
kematian sebagai akibat terganggunya sistem pengaturan osmotik ikan, akibat
gangguan pernapasan, atau menyebabkan infeksi sekunder. Ikan berukuran kecil
dan burayak dapat mengalami kematian setelah beberapa hari terjangkit
berat.
Ikan yang terjangkit berat
akan menunjukkan perilaku abnormal dan disertai dengan perubahan fisiologis. Akan
tampak gelisah atau meluncur kesana kemari dengan cepat dan siripnya tampak
bergetar (mungkin sebagai akibat
terjadinya iritasi pada sirip tersebut). Pada ikan yang terjangkit
sangat parah, mereka
akan tampak lesu,
atau terapung di permukaan.
Kulitnya berubah menjadi pucat dan mengelupas. Sirip tampak
robek-robek dan compang-camping. Insang
juga tampak memucat. Kerusakan pada kulit dan insang ini akan memicu ikan
menglami stres osmotik dan stres pernapasan.
Stres pernapasan ditunjukkan dengan pergerakan tutup insang yang cepat
(megap-megap) dan ikan tampak mengapung di permukaan dalam usahanya untuk
mendapatkan oksigen lebih banyak.
Apabila ini terjadi, ikan untuk dapat disembuhkan akan relatif sangat
kecil
White
spot disebabkan oleh parasit yang diberi nama: Ichtyophtirius multifilis. Parasit
ini diketahui terdiri
dari beberapa strain.
Ichtyophtirius multifilis memiliki selang toleransi suhu lebar, oleh
karena itu, penyakit white spot dapat
dijumpai baik pada ikan-ikan yang hidup di air dingin maupun yang hidup di
daerah tropis. White spot dapat masuk
kedalam sistem perairan melalui ikan
yang terjangkit, atau melalui air yang
mengandung parasit pada fase berenang. Tanaman
air dan pakan
hidup dapat pula
menjadi perantara white
spot terutama apabila
lingkungan hidup tanaman
dan pakan hidup
tersebut telah terjangkit white
spot sebelumnya.Air berkualitas baik jarang menjadi media penyebaran white
spot. Diketahui bahwa fase
berenang white spot
hanya dapat bertahan
hidup selama beberapa jam saja
sebelum harus menempel pada inangnya.
Oleh karena itu, biasanya mereka akan mati selama proses pengolahan air.
White spot dapat
juga disebabkan oleh
Trichodina, Cryptocaryon dan
Chilodonella.
Gambar 8.24. Ikan yang terserang "white
spot"Ikan-ikan yang terjangkit akan
menunjukkan gejala sebagai berikut : Penampakan berupa bintik-bintik putih pada sirip, tubuh, insang atau mulut.
menunjukkan gejala sebagai berikut : Penampakan berupa bintik-bintik putih pada sirip, tubuh, insang atau mulut.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Cacat atau kelainan tulang rangka paling
sering dijumpai pada 2-6 vertebrae (ruas) tulang punggung. Skoliosis, kyphosis
dan penggabungan dari beberapa vertebra sering diamati, tetapi jenis cacat yang
paling banyak dijumpai adalah lordosis. Ikan yang cacat, tulang punggung menunjukkan
bentuk V dengan banyak ataupun sedikit sudut.
Pada ikan yang tidak memiliki gelembung renang, cacat lordotic terutama
berlokasi di vertebra 15 (dihitung dari ekor), sedangkan pada ikan yang
memiliki gelembung renang cacat biasanya terjadi pada ruas ke 9. Otot-otot ikan
biasanya berkembang sebagai akibat gerakan mekanis sirip saat berenang.
Ada beberapa kelainan yang dijumpai pada larva ikan,
terutama seabass dan sea bream, yang berkaitan erat dengan kinerja morphoanatomic dalam pemeliharaan larva, diantaranya adalah: adanya batu pada saluran kemih (urinary calculosis). Gelembung renang (Swim bladder)yang tidak berkembang
Cacat/kelainan pada tulang belakang, Cacat pada larva yang baru menetas, Cacat/kelainan
pada bentuk rahang dan operculum insang.
Gejala Penyakit Berdasarkan Kelainan Anatomi Dan
Perilaku adalah Dropsy, Kelainan Gelembung renang (swimbladder), mata berkabut
(cloudy eye), ulcer-ulcer dan bintik
putih white spot (Ich).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar